Spesies Baru Anggek dari Jawa

gastrodia bambu

Spesies unik ini bernama Gastrodia bambu. Pemberian specific epithet ‘bambu’, diambil dari Bahasa Indonesia, merujuk padahabitatnya yang spesifik di sekitar rumpun-rumpun bambu.

Deskripsi spesies baru anggrek ini telah diterbitkan pada jurnal ilmiah internasional Phytotaxa  oleh Peneliti BKT Kebun Raya Purwodadi LIPI, Destario Metusala yang sekaligus mahasiswa pascasarjana Universitas Indonesia, bersama dengan peneliti biologi konservasi Universitas Indonesia, Jatna Supriatna pada pertengahan  Agustus 2017, bertepatan dengan HUT LIPI ke-50.

Berdasarkan catatan rekaman populasinya, spesies ini merupakan anggrek endemik yang hanya ada di Pulau Jawa, khususnya Jawa Barat dan Yogyakarta. Populasinya pun terbatas dan menghadapi tekanan degradasi habitat yang tinggi.

Anggrek Gastrodiabambu termasuk dalam kelompok anggrek holomycotrophic (kelompok anggrek yang dalam seluruh siklus hidupnya bergantung kepada jamur mikoriza untuk suplai nutrisi). Banyak yang menyebut sebagai anggrek hantu.  Para peneliti di luar  negeri  seringkali  menyebut  kelompok  anggrek  holomycotrophic sebagai  achlorophyllous orchid karena tidak memiliki organ daun (fase vegetatif).

Kelompok tumbuhan ini tidak berklorofil sehinggatidak dapat berfotosintesis, namun tidak bersifat parasit. Oleh karena itu, seluruh daur hidupnya menggantungkan suplai nutrisiorganik melalui simbiosis dengan jamur mikoriza.

Kelompok anggrek ini umumnya hanya muncul pada satu periode pendek (2-4 minggu) dalam satu tahun. Perbungaannya secara tiba-tiba akan muncul dari permukaan tanah/seresah, kemudian setelah 1-2 minggu perbungaan akan layu busuk dan lenyap. Kombinasi warna bunga genus Gastrodia pun tidak pernah mencolok, umumnya berkisar pada putih, kekuningan, hinggakecoklatan. Kesan ‘angker’ anggrek ini muncul terlebih karena anggrek ini menyukai habitat yang gelap, lembab, di area rumpunbambu lebat  yang  sudah tua.

 

Gastrodia bambu memiliki bunga berbentuk lonceng dengan ukuran panjang 1,7-2 cm dan lebar 1,4-1,6 cm. Bunganya didominasi oleh warna  coklat  gelap  dengan  bagian  bibir  bunga  berbentuk  mata  tombak  memanjang  bercorak  jingga. Pada satu perbungaan dapat  menghasilkan hingga 8 kuntum bunga yang mekar  secara  bergantian.

Bunga menghasilkan aroma ikan  busuk  untuk mengundang  serangga polinator.  Perbungaan  muncul  dari  tanah  berseresah  di bawah rumpun bambu pada ketinggian 800 – 900 m dpl.

Anggrek ini memerlukan kondisi ekologi yang sangat spesifik dan sensitif terhadap perubahan lingkungan seperti kekeringan, intensitas cahaya berlebih, dan juga perubahan pada media tumbuhnya. Gangguan pada habitatnya, misalnya pembukaan rumpun bambu, diduga akan mengganggu pertumbuhan populasi anggrek ini.

Spesies baru ini sekaligus menjadi kado HUT LIPI ke-50 yang jatuh pada 23 Agustus 2017. Publikasi spesies baru ini juga tidak lepas dari kontribusi rekan-rekan  mahasiswa  pada  organisasi  kemahasiswaan  Canopy (Departemen Biologi, Universitas Indonesia) dan BiOSC (FakultasBiologi, Universitas Gadjah Mada).  Kedua organisasi tersebut berperan besar dalam membantu proses pengamatan habitat dan pencatatan rekam populasi. (Destario Metusala/Editor: Tim Website KRP)

sumber naskah dan foto: www.krpurwodadi.lipi.go.id

Share this post



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *